Semua itu adalah sepenggal dari banyaknya permasalahan yang kita jumpai
atau alami sendiri setiap hari. Adalah evaluasi bagi diri kita, saat emosi masih dalam taraf pengendalian. Bukan mengendalikan
emosi kita, maka kita akan lebih bersifat responsible pada setiap kejadian apa yang menimpa kita. Dan responsible yang kita
lakukan adalah bersifat devensif atau membela diri kita, dengan merasa bahwa diri kita paling benar dari orang lain.
Jika saat kita bertabrakan, dan saat itupula langsung kita melihat
kendaraan kita, tanpa memperdulikan kendaraan orang lain. Merupakan hal yang biasa terjadi, namun pada dasarnya sifat-sifat
seperti ini sebenarnya sifat merasa memiliki yang berlebihan. Padahal semua barang dan diri kita hanyalah sebuah titipan semata,
niscaya Allah akan mengambil apa yang dititipkan didiri kita. Manakalah kita merasa bahwa semua milik kita adalah milik Allah,
maka sungguh tidak akan ada perasaan kepemilikan yang berlebihan. Dan tidak akanmembuat kita galau saat Allah ingin mengambilnya.
Ada sebuah kisah nyata yang menarik dari teman saya. Pada saat di
ditabrak oleh seseorang, padahal sudah jelas-jelas orang tersebut salah mengendalikan kendaraannya. Malah teman saya yang
disalahkan, dan dimintai ganti rugi. Teman saya mengatakan “lebih baik ke polisi saja pak! Insya Allah kita tahu yang
mana yang benar” seseorang yang salah tersebut ngotot tidak mau ke polisi, tapi ingin berdamai saja dengan tetap mengharuskan
teman saya untuk mengganti rugi kerusakan si penabrak. Teman saya tersenyum, sambil mengatakan “Pak, Insya Allah saya
mau mengganti kerusakan kendaraan bapak. Tapi apakah bapak berani mempertanggungjawabkan kebenaran bapak yang jelas-jelas
adalah kesalahan? Demi Allah, Tuhan saya. Saya tidak bersalah, dan saya siap mengganti kerusakan motor bapak. Karena sungguh,
Allah itu Maha Adil, yang pasti nanti menghukum setiap orang yang bersalah tanpa meminta maaf atau tersadaar dari kesalahannya!”
padahal sudah banyak saksi dari para tukang becak dan orang-orang disitu kalau teman saya tidak bersalah. Sebenarnya ada beberapa
kisah menarik dari teman-teman saya yang lain. Tapi karena saya takut teman-teman pada ujub (membanggakan diri) jadi yah satu
aja kisahnya :).
Inilah kisah yang mungkin terjadi di sekitar kita, atau mungkin pada
diri kita sendiri. Itulah indahnya Islam, saat-saat orang mengerti tentang ajaran Islam. Mereka tidak akan mudah mengumbar
emosi dimanapun. Dan selalu menyebar rahmat dalam setiap tempat yang disinggahinya.
Ketika ada seorang meminta-minta kebiasaan kita sering memberi tapi
menggerutu atau memberi tanpa ekspresi, atau bahkan tidak memberi tapi menggerutu. Indah saat kita melihat ajaran Islam dengan
penuh kebijakan. Islam menganjurkan orang berkasih-sayang hingga sampai senyum kepada saudaranya pun menjadikan sebagai Ibadah
tersendiri di mata Allah. Sungguh alangkah baiknya saat kita tersenyum sambil memberikan sesuatu, pemberian kita bukan karena
kasihan tetapi lebih didasarkan karena perintah Allah untuk mengasihi setiap umat manusia.
Dan alangkah indahnya saat kita tidak memberi, namun senyuman penolakan
dengan lemah lembut yang menjadi persambahan. Karena betapapun saat kita tersenyum, sebenarnya ada nilai sedekah yang tinggi
pada setiap senyum kita. Mulai saat ini berusahalah untuk tersenyum kepada setiap orang, dan hilangkan maksud senyuman-senyuman
semu kita! Tapi, jangan tersenyum sendiri :).
Seringnya kita saat melihat orang melakukan kesalahan, sesering itupula
kita menyalahkan atau bahkan ramai-ramai mencaci-maki. Sungguh disetiap jiwa manusia, pasti sering melakukan kesalahan, karena
itu merupakan hal yang niscaya pasti dilakukan oleh manusia. Karena manusia bukan malaikat yang tanpa dosa. Manusia adalah
tempatnya khilaf (lupa) dan dosa.
Alangkah bijaknya saat kita melihat orang melakukan kesalahan. Orang
tersebut kita rangkul dan kita berikan penjelasan dengan kelembutan bahasa dengan akhlaq yang teduh. Karena sesungguhnya setiap
manusia yang melakukan kesalahan, didalam qalbunya terdapat kegundahan yang mendalam. Maka jangan malah menambah kegundahan
itu menjadi api yang membakar tubuh. Hingga akhirnya api itu menghanguskan kegundahan dalam qalbu. Sehingga rasa bersalah
dalam kegundahan itu akhirnya sirnah. Dan orang tersebut akan melakukan kesalahan terus-menerus. Jadi jangan menyalahkan orang-orang
yang telah bersalah.
Pujian kadang membuat kita lupa, bahwa tubuh ini adalah titipan dari
Sang Khaliq. Sungguh saat seseorang dipuji oleh orang lain, kita tidak akan mudah menafikkan rasa ujub kita. Maka alangkah
baiknya, saat kita dipuji seseorang. Kita beristiqfar didalam hati, karena sesungguhnya yang berhak di puji hanyalah Allah
SWT. Syetan-syetan sering merasuk dalam tubuh dengan balutan yang halus dan bentuk yang indah. Bahkan pujian itu pun kadang
adalah lontaran-lontaran syetan untuk melumpukan hati kita. Maka kita harus waspada dengan semua itu. Namun jangan sampai
yang memuji kita, kita katakan “anda syetan!” walah bisa kacau urusan!
Ini yang sering terjadi, mengebut dijalan sambil merasa bahwa jalan
adalah milik kita sendiri sampai-sampai kita lupa ada haq orang lain disetiap jalan yang kita lalui. Arogansi yang kadang
berselubung dengan keterburu-buruan membuat diri kita menjadi target syetan untuk melajukan kendaraan kita sekencang-kencangnya.
Hingga kita lupa bahwa kita melakukan sebuah kesalaha besar. Karena menzhalimi orang lain, apakah kita mau saat kita mengebut
lalu ada orang yang tersinggung dan akhirnya berdoa kepada Allah, karena orang yang tersinggung tersebut terzhalimi seandainya
Allah benar-benar mengabulkan doa orang itu, malah kita yang rugi sendiri. Sudah dosa, malah dapat siksaan lagi. Yah untung-untung
tidak di do’akan menjadi kodok!
Setiap hari kita beraktifitas, setiap hari pula kita melakukan pekerjaan.
Dan setiap hari itulah evaluasilah diri kita. Jadikan kita benar-benar menjadi orang yang lebih baik tanpa mengulangi kesalahan
yang sama dihari yang berbeda. Karena sesungguhnya saat kita menghisab diri kita setiap hari, maka itu adalah lebih baik daripada
dihisab di yaumul akhir nanti!
Sumber :>> fromJaisy01